Lima Media Online di Gugat di PN Bojonegoro, Dwi Heri Mustika: Mejelis Hakim Harus Memperhatikan SEMA No 13/2008

KABUPATEN BOJONEGORO (Beritakeadilan.com, Jawa Timur) - Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) antara CV. Lillahisamawati Wal Ardhi dengan Media Online Info Kitanews.com, dkk dalam perkara nomor 39/Pdt.G/2024/PN Bjn, tertanggal 20 November 2024 sudah memasuki sidang ke 2 (dua) di Pengadilan Negeri (PN) Bojonegoro.
Direktur CV. Lillahisamawati Wal Ardhi, Rofi' Udin memberikan kuasa kepada AM Justitia Law Firm & Partners menggugat 5 (lima) media online, yakni: infokitanews.com, penarealita.com, kupaskriminal.com, mediahumaspolri.com, kabarreskrim.com.
CV. Lillahisamawati Wal Ardhi merasa dirugikan atas pemberitaan kelima media tersebut yang tertuang didalam gugatan, yakni pada tanggal 04 November 2024 para tergugat (lima media online) telah mepublish dan menyiarkan yang isi muatannya menyerang, mengadili nama baik CV. Lillahisamawati Wal Ardhi (CV. USA) dengan tidak mengonfirmasi terlebih dahulu atas berita tersebut. Sehingga penggugat (CV. Lillahisamawati Wal Ardhi, red) menganggap bahwa kelima media onine tersebut melanggar kode etik jurnalistik.
Sidang tersebut dipimpin Hakim Ketua, Ida Zulfamazidah, didampingi Hakim Anggota Acmhad Fachurrozi dan Ima Fatimah Djufri dengan Panitera Pengganti, Tri Wahyuni dan Sarworini, S.H.
Sidang ke dua yang berlangsung di ruang Kartika Pengadilan Negeri Bojonegoro itu, terlihat kuasa hukum penggugat, dalam hal ini CV Lilahi Samawati Wal Ardhi mempertanyakan lagalitas portal media pemberitaan yang telah digugat tersebut.
Mesti demikan, pihak majelis hakim tetap bersikap obyektif dan menerima berkas yang telah disampaikan oleh pihak kuasa hukum tergugat di muka persidangan.
Bahkan majelis hakim juga secara gamblang menyampaikan, kalau agenda sidang minggu depan akan dilanjutkan ke ranah mediasi.
“Hakim tadi mengatakan kalau ada yang belum lengkap masih bisa dilengkapi, dan sidang akan dilanjutkan minggu depan, 18 Desember 2024, dengan agenda mediasi.” terang Imam Santoso, Kuasa Hukum Pihak Tergugat.
Praktisi Hukum, Dwi Heri Mustika.,S.H.M.H menyampaikan bahwa, masyarakat tidak bisa mengajukan gugatan hukum terhadap pers, sebelum mereka menggunakan hak jawab yang dijamin Undang Undang untuk menyanggah atau memproses substansi berita yang dipermasalahkan. "Pendapat yang sama dikemukakan juga oleh Mahkamah Agung (MA) dalam perkara "Anif lawan Harian Garuda" pada tahun 1993 (berdasarkan Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Reg. Nomor 3173/K/Pdt/1993)," jelas Dwi panggilan akrab Advokat asal Surabaya ini kepada www.beritakeadilan.com, Kamis (12/12/2024).
"Di dalam Pedoman Hak Jawab yang dikutib dari Peraturan Dewan Pers Nomor. 09/Peraturan-DP/X/2008 tentang Pedoman Hak Jawab, bahwa Hak Jawab adalah hak seseorang, sekelompok orang, organisasi atau badan hukum untuk menanggapi dan menyanggah pemberitaan atau karya jurnalistik yang melanggar kode etik jurnalistik, terutama kekeliruan dan ketidakakuratan fakta, yang merugikan nama baiknya kepada pers yang mempublikasikan. Salah satu tujuan hak jawab, adalah untuk menyelesaikan sengketa pemberitaan pers," tegas Dwi yang juga dikenal Ketua Komisi Media dan Publikasi Badan Pengurus Wilayah Persatuan Advokat Indonesia (BPW Peradin) Jawa Timur (Jatim).
Dwi yang juga pemegang Sertifikat Kompetensi Wartawan Madya terdaftar di Dewan Pers ini menambahkan, bahwa pihak yang mengajukan hak jawab wajib memberitahukan informasi yang dianggap merugikan dirinya, baik bagian per bagian atau secara keseluruhan dengan data pendukung. "Jadi di dalam hak jawab menjelaskan, kalimat mana dan peragraf mana atau kata-kata mana yang dianggap tidak benar, bisa langsung di klarifikasi dengan data yang dimiliki. Sehingga tujuan hak jawab bisa terpenuhi dengan jelas dan terang benerang," tegas Dwi.
"Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) Nomor 13 Tahun 2008 tentang Meminta Keterangan Saksi Ahli, sedikit saya mengutip isi SEMA tersebut, bahwa dalam penanganan/pemeriksaan perkara-perkara yang terkait dengan delik pers hendaknya Majelis mendengar/meminta keterangan saksi ahli dari Dewan Pers, karena merekalah yang lebih mengetahui seluk beluk Pers secara teori dan praktek," tutup Dwi. (iwan/red)