Jeremy Gunadi Lawan Eksekusi Lahan di Surabaya, Kuasa Hukum: Putusan 2017 Sudah Final dan Mengikat

oleh : -
Jeremy Gunadi Lawan Eksekusi Lahan di Surabaya, Kuasa Hukum: Putusan 2017 Sudah Final dan Mengikat
“Kuasa hukum Jeremy Gunadi saat mengajukan perlawanan eksekusi lahan di PN Surabaya”

SURABAYA (Beritakeadilan.com, Jawa Timur) – Sengketa kepemilikan lahan dan bangunan di Jalan Laguna Kejawan Putih Selatan Nomor 39 Blok L-4 KAV 37, Mulyorejo, Surabaya kembali memanas. Jeremy Gunadi, pemilik sah berdasarkan putusan pengadilan, melawan rencana eksekusi yang dijadwalkan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada 11 September 2025.

Jeremy melalui tim kuasa hukumnya — Ahmad Fatoni, M. Imron Salim, Sukarno, dan Deny Pratika — menilai rencana eksekusi tersebut janggal. Pasalnya, objek sengketa telah diputuskan sah milik Jeremy sejak 2018 berdasarkan putusan PN Surabaya Nomor 791/Pdt.G/2017/PN.Sby, yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Dalam amar putusan tersebut, majelis hakim yang diketuai Maxi Sigarlaki memutuskan Jeremy sebagai pemenang gugatan melawan Tjan Andre Hardjito. Putusan menyatakan Tjan wajib membayar hutang Rp 4,5 miliar kepada Jeremy atau menyerahkan tanah beserta bangunan SHM Nomor 535 seluas 630 m² yang kini dipersoalkan.

Dasar Eksekusi Dinilai Janggal
Kuasa hukum Jeremy, Ahmad Fatoni, menegaskan adanya kejanggalan karena PN Surabaya justru menjalankan eksekusi berdasarkan putusan lain, yakni perkara Nomor 1050/Pdt.G/2023/PN Sby yang diajukan pihak ketiga.

“Objeknya sama, tetapi perkara 1050 tidak ada kaitannya dengan klien kami. Anehnya, justru dijadikan dasar eksekusi, padahal putusan 791 sudah inkracht dan tidak bisa dibatalkan,” tegas Ahmad usai mendaftarkan bantahan eksekusi di PN Surabaya, Senin (8/9/2025).

Perkara 1050 itu diajukan oleh Ong Hengky Ongkywijaya dengan tergugat Tjan Andre Hardjito dan Maria Yulianti. Sengketa tersebut diselesaikan lewat perdamaian tanpa melibatkan Jeremy sebagai pihak yang telah menang di perkara sebelumnya.

Indikasi Persekongkolan
Kuasa hukum lainnya, M. Imron Salim, menduga adanya indikasi persekongkolan.
“Objek sudah sah milik klien kami berdasarkan putusan pengadilan. Tapi justru dimohonkan eksekusi oleh orang lain. Ini patut diduga ada permainan. Kami mendesak PN Surabaya menunda eksekusi,” ujarnya.

Jeremy sendiri mengaku telah menguasai rumah tersebut sejak 2013 setelah membelinya melalui KPR Bank ICBC dari Susantiman. Meski sertifikat masih atas nama Tjan, seluruh cicilan senilai Rp 5 miliar dibayar Jeremy hingga kredit macet pada 2017.

“Karena objek sudah kami kuasai, kami tidak pernah minta eksekusi. Justru ada pihak lain yang memaksakan eksekusi. Kami minta PN Surabaya dan MA mematuhi Pedoman Eksekusi Nomor 40/DJU/SK/JM02.3/1/2019, bahwa jika ada bantahan, maka eksekusi harus ditunda,” terang Ahmad.

Kisruh Sertifikat dan Kepastian Hukum
Upaya eksekusi terhadap rumah Jeremy bukan kali pertama. Pada 2024, tim eksekutor bahkan membawa sertifikat hak milik (SHM) atas nama Ong Hengky Ongkywijaya. Jeremy merasa heran, rumah yang dibeli secara sah dengan catatan notaris dan tercatat dalam program tax amnesty, bisa berganti nama tanpa sepengetahuannya.

“Rumah itu saya beli resmi, cicilannya saya bayar bertahun-tahun. Bagaimana bisa tiba-tiba berubah menjadi milik orang lain?” kata Jeremy dengan nada heran.

Saat ini, Jeremy bersama tim kuasa hukumnya masih menunggu keputusan PN Surabaya atas bantahan eksekusi yang diajukan. Mereka berharap rencana eksekusi 11 September 2025 dibatalkan, demi tegaknya hukum serta kepastian hak kepemilikan yang telah ditetapkan putusan inkracht. (***)

banner 400x130
banner 728x90