Skandal BUMD Fiktif

Kejati Jatim Usut Dugaan Manipulasi Status BUMD Pelabuhan Probolinggo Era Soekarwo

oleh : -
Kejati Jatim Usut Dugaan Manipulasi Status BUMD Pelabuhan Probolinggo Era Soekarwo
Foto: Penyidik Kejati Jawa Timur memeriksa dugaan penyimpangan pengelolaan Pelabuhan Tanjung Tembaga Probolinggo oleh PT DABN.

KOTA PROBOLINGGO (Beritakeadilan.com, Jawa Timur)-Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur tengah mengusut dugaan penyimpangan serius dalam pengelolaan Pelabuhan Tanjung Tembaga Probolinggo yang melibatkan PT Delta Artha Bahari Nusantara (PT DABN). Penyidik menemukan adanya dugaan manipulasi status perusahaan hingga penyertaan modal yang tidak sesuai dengan peraturan, yang diduga melibatkan kebijakan Gubernur Jawa Timur dan Kepala Dinas Perhubungan pada periode 2015-2017.

Asisten Pidana Khusus Kejati Jatim, Jati Wagiyo, menjelaskan bahwa perkara ini berawal dari surat Gubernur Jawa Timur Nomor 552.3/3569/104/2015 tertanggal 10 Agustus 2015. Dalam surat yang ditujukan kepada Dirjen Perhubungan Laut tersebut, PT DABN disebut seolah-olah sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Provinsi Jawa Timur yang telah mengantongi izin Badan Usaha Pelabuhan (BUP).

Padahal, menurut Jati Wagiyo, saat surat tersebut diterbitkan di masa kepemimpinan Gubernur Soekarwo, Pemerintah Provinsi Jatim belum memiliki BUMD yang secara resmi bergerak di bidang pengelolaan pelabuhan.

"Atas situasi itu, Dinas Perhubungan, yang saat itu dipimpin Wahid Wahyudi, mengusulkan PT DABN sebagai pengelola, meskipun perusahaan itu bukanlah BUMD melainkan anak perusahaan PT Jatim Energy Services (PT JES)," ungkap Jati Wagiyo.

Dugaan manipulasi ini menjadi fokus penyidikan karena status perusahaan merupakan syarat utama pengajuan konsesi kepada Kementerian Perhubungan. Ketentuan mewajibkan BUP memiliki lahan dan investasi tidak boleh menggunakan dana APBD maupun APBN.

Penyidik juga mendalami penyertaan modal dari Pemprov Jatim kepada PT Petrogas Jatim Utama (PT PJU) sebesar Rp253 miliar yang kemudian dialirkan ke PT DABN. Padahal, Perda No. 10 Tahun 2016 secara jelas melarang penyaluran modal langsung ke PT DABN karena statusnya bukan BUMD.

Selain itu, penandatanganan konsesi antara KSOP Probolinggo dan PT DABN pada Desember 2017 juga dianggap janggal. Saat kontrak konsesi ditandatangani, PT DABN disebut belum memiliki lahan maupun aset pendukung, sementara aset baru diserahkan pada Agustus 2021. Kondisi ini diduga bertentangan dengan Pasal 74 huruf (2a) PP No. 64 Tahun 2015 tentang Pelabuhan.

Sejak 2018 hingga 2024, PT DABN mencatat pendapatan dari pengelolaan pelabuhan sekitar Rp193,4 miliar, dengan setoran ke KSOP sebesar Rp5,3 miliar (sekitar 2,75 persen). Kejaksaan kini berupaya menelusuri secara mendalam apakah terdapat unsur kerugian negara dan penyalahgunaan wewenang dalam seluruh rangkaian proses tersebut.

Hingga kini, penyidik telah memeriksa lebih dari 25 orang saksi.

“Perkembangan penanganan perkara ini, saat ini kita sudah melakukan pemeriksaan tidak kurang dari 25 orang saksi, baik dari pekerja bongkar muat di PT DHBN, pengurus DHBN sendiri, PT PJU, kemudian juga dari Pemerintah Provinsi yang dalam hal ini yang melakukan pengawasan adalah Biro Perekonomian,” tegas Jati Wagiyo.

Penyidikan selanjutnya akan memfokuskan pemeriksaan pada validitas surat gubernur, skema penyertaan modal, dokumen konsesi, serta regulasi yang menjadi landasan seluruh proses pengelolaan pelabuhan tersebut. (**)

banner 400x130
banner 728x90