Keadilan Baru
Kejati Jatim Ambil Alih Kasus Buru Satwa Baluran
KABUPATEN SITUBONDO (Beritakeadilan.com, Jawa Timur)-Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) secara resmi mengambil alih penanganan tuntutan pidana terhadap terdakwa MASIR alias Pak Sey bin Su’unu. Langkah hukum ini diambil menyusul sorotan publik atas perkara perburuan satwa liar di kawasan konservasi Taman Nasional (TN) Baluran, Situbondo.
Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Saiful Bahri Siregar, S.H., M.H., menyatakan bahwa pengambilalihan tuntutan dari Kejaksaan Negeri Situbondo ini merupakan langkah strategis. Kejaksaan mempertimbangkan dinamika hukum nasional, khususnya implementasi regulasi pidana terbaru yang akan segera berlaku.
Kasus ini bermula pada 23 Juli 2025, saat pria berinisial MS tersebut memasuki Blok Widuri RPTN Balanan, TN Baluran. Berdasarkan fakta persidangan, terdakwa diduga menggunakan metode tradisional berupa getah (pulut) dan umpan jangkrik untuk menjebak burung Cendet.
Dalam operasi patroli petugas TN Baluran, ditemukan lima ekor burung Cendet yang disimpan dalam bubung bambu dan jaring. Meski terdakwa berdalih sedang mencari madu, petugas menemukan indikasi kuat aktivitas perburuan yang melanggar Pasal 40 B ayat (2) UU RI Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati.
Pihak Kejaksaan menyoroti bahwa keterlibatan terduga pelaku dalam aktivitas serupa telah teridentifikasi sejak tahun 2014. Kendati pernah diberikan peringatan tertulis pada tahun 2024, aktivitas perburuan satwa di area lindung tersebut dilaporkan masih terus berlanjut.
"Tindakan ini dinilai merugikan ekosistem secara ekologis. Namun, dalam penegakan hukumnya, kami juga harus memperhatikan arah kebijakan hukum pidana nasional yang lebih adaptif," ujar Saiful Bahri Siregar.
Langkah Kejati Jatim ini didasari oleh Asas Futuristik, yakni mempertimbangkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional (UU No. 1 Tahun 2023) yang akan efektif berlaku pada 2 Januari 2026. Kebijakan ini juga selaras dengan UU Penyesuaian Pidana yang baru disahkan DPR pada awal Desember 2025.
Perubahan paradigma ini menitikberatkan pada:
- Keadilan Restoratif: Menyeimbangkan sanksi dengan rasa keadilan di masyarakat.
- Peninjauan Pidana Minimum: Menyesuaikan ancaman pidana pada undang-undang sektoral agar tidak sekadar berorientasi pada penghukuman fisik.
- Perlindungan HAM: Memastikan efektivitas penegakan hukum tanpa mengabaikan sisi kemanusiaan.
"Kami ingin memastikan bahwa penegakan hukum di bidang konservasi tidak hanya tegas secara tekstual, tetapi juga adil secara substansial dan selaras dengan perkembangan zaman," tegas Wakajati Jatim.
Saat ini, kelima ekor burung Cendet hasil sitaan telah dilepasliarkan kembali ke habitat aslinya di TN Baluran oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Kejaksaan berkomitmen menjaga keseimbangan antara perlindungan ekosistem dan kepastian hukum yang berkeadilan bagi seluruh warga negara. (**)