Skandal Korupsi Rumah Subsidi Buleleng: Negara Rugi Rp 41 Miliar, Dua Tersangka Ditahan!

oleh : -
Skandal Korupsi Rumah Subsidi Buleleng: Negara Rugi Rp 41 Miliar, Dua Tersangka Ditahan!

KABUPATEN BULELENG (Beritakeadilan.com, Bali)-Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali secara resmi mengumumkan penetapan dua tersangka utama dalam kasus dugaan korupsi penyaluran bantuan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Kabupaten Buleleng untuk tahun anggaran 2021-2024. Dalam konferensi pers yang digelar di Aula Sasana Dharma Adhyaksa pada Rabu, 17 Desember 2025, Kepala Kejati Bali, Dr. Chatarina M., S.H., S.E., M.H., mengungkapkan bahwa praktik lancung ini telah mengakibatkan kerugian negara yang fantastis, yakni mencapai Rp 41 miliar. Dua sosok yang kini berada di pusaran hukum adalah KB, selaku Direktur PT Pacung Permai Lestari, serta IK ADP, yang menjabat sebagai Relationship Manager di salah satu Bank BUMN.

Modus operandi dalam perkara ini tergolong sangat rapi dan terencana, di mana tersangka KB diduga merekayasa data 399 debitur Kredit Pemilikan Rumah Sederhana/Subsidi (KPRS) fasilitas FLPP. KB memanfaatkan KTP warga yang memiliki catatan BI Checking bersih, kemudian memalsukan seluruh persyaratan administrasi mulai dari Surat Keterangan Kerja hingga slip gaji agar seolah-olah memenuhi kualifikasi penerima subsidi. Tidak hanya meminjam identitas, warga tersebut juga diberikan pelatihan khusus (coaching) untuk menjawab verifikasi dari pihak perbankan, dengan imbalan uang tunai berkisar antara Rp 2 juta hingga Rp 3 juta per orang setelah akad kredit berhasil dilaksanakan.

Kejahatan administratif ini dapat berjalan mulus berkat keterlibatan oknum internal perbankan, yakni tersangka IK ADP. Sebagai Relationship Manager, IK ADP diduga menyalahgunakan kewenangannya untuk meloloskan ratusan permohonan kredit yang telah direkayasa oleh pihak pengembang. Atas peran krusialnya dalam memperlancar penyaluran kredit fiktif tersebut, IK ADP dilaporkan menerima imbalan berupa fee sebesar Rp 400.000 untuk setiap unit rumah yang berhasil diakadkan. Kolaborasi antara penyedia rumah dan pemberi kredit ini membuat fasilitas bantuan pemerintah yang seharusnya diperuntukkan bagi warga tidak mampu, justru menjadi ladang bancakan bagi oknum-oknum tertentu.

Penetapan status tersangka ini merupakan hasil dari penyidikan intensif yang dilakukan sejak Februari 2025, yang mencakup pemeriksaan terhadap 50 orang saksi dan tiga orang ahli, serta penyitaan berbagai barang bukti yang telah mendapat persetujuan dari Pengadilan Negeri Denpasar. Meski bukti-bukti permulaan telah dianggap cukup kuat, Kejati Bali menegaskan tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah selama proses hukum berlangsung. Penanganan kasus ini menjadi sinyal keras bagi pengembang dan institusi perbankan lainnya di Bali agar tidak bermain-main dengan dana subsidi negara yang menjadi hak masyarakat kecil.

Berdasarkan peran dan modus operandi yang diungkap oleh Kejati Bali, kedua tersangka (KB dan IK ADP) dijerat dengan pasal-pasal berlapis dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Berikut adalah rinciannya:

  1. Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor (Primair) Pasal ini disangkakan karena adanya dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan para tersangka untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara. Ancaman Pidana: Penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun. Denda: Paling sedikit 200 juta rupiah dan paling banyak 1 miliar rupiah.
  2. Pasal 3 UU Tipikor (Subsidair) Pasal ini menyasar penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada pada tersangka karena jabatan atau kedudukannya (terutama bagi tersangka IK ADP selaku Relationship Manager Bank BUMN). Ancaman Pidana: Penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun. Denda: Paling sedikit 50 juta rupiah dan paling banyak 1 miliar rupiah.
  3. Pasal 5 atau Pasal 12 UU Tipikor (Gratifikasi dan Suap) Mengingat adanya temuan fee sebesar Rp400.000 per unit rumah untuk tersangka IK ADP dan imbalan bagi warga pemilik KTP, penyidik juga dapat melapisi dakwaan dengan pasal penyuapan. Pasal 5: Ancaman penjara maksimal 5 tahun bagi pemberi dan penerima suap. Pasal 12: Khusus untuk pegawai negeri atau penyelenggara negara (termasuk pegawai Bank BUMN) yang menerima hadiah atau janji terkait jabatannya.
  4. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pasal ini disertakan karena tindak pidana dilakukan secara bersama-sama (penyertaan). Hal ini menegaskan bahwa baik pengembang (swasta) maupun oknum perbankan memiliki andil yang sama dalam mewujudkan terjadinya tindak pidana korupsi tersebut.

Selain ancaman kurungan fisik, para tersangka juga diwajibkan membayar uang pengganti setinggi-tingginya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. Jika tidak dibayar, maka harta benda mereka akan disita dan dilelang oleh Jaksa, atau diganti dengan pidana penjara tambahan (subsidair). (red)

banner 400x130
banner 728x90