Polemik Pengadaan Alat Berat PU SDA Jatim: LSM GMBI Bongkar Dugaan “Permainan Anggaran”
SURABAYA (Beritakeadilan.com, Jawa Timur) – Proses pengadaan alat berat di Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air (PU SDA) Provinsi Jawa Timur tahun anggaran 2024 mendapat sorotan tajam dari Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (LSM GMBI).
Ketua LSM GMBI Wilter Jatim, Sugeng SP melayangkan surat klarifikasi bernomor 0188b/S.kl.pusda/DPW JATIM-LSM GMBI/VIII/2025. Ia menilai ada sejumlah kejanggalan dalam tiga paket pengadaan yang dianggap perlu transparansi lebih:
- Amphibi Excavator (Kode Paket ABP-P2410-10649669)
- Excavator Type Standard (Kode Paket ABP-P2410-10806485)
- Excavator Mini Long Arm (Kode Paket ABD-P2404-9145964)
"Sorotan kami tertuju pada tiga item tersebut karena menimbulkan dugaan adanya permainan anggaran. Kami meminta PU SDA lebih terbuka kepada publik," ujar Sugeng SP, Kamis (4/9/2025).
Menurutnya, proyek strategis yang seharusnya mendukung pengelolaan sumber daya air justru menimbulkan tanda tanya besar jika proses pengadaannya tidak transparan.

Dok foto: Istimewa Dinas PU SDA Jatim.
Klarifikasi PU SDA Jatim
Menanggapi hal itu, pihak Dinas PU SDA Jatim menyatakan bahwa seluruh pengadaan telah dilakukan melalui metode e-purchasing via katalog elektronik Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), sesuai Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2021.
"Proses pemilihan penyedia dilakukan melalui sistem e-catalog, bukan manual. Hasil pemilihan penyedia otomatis tayang di LKPP dan aplikasi AMEL. Jika belum muncul, itu masalah teknis di sistem LKPP, bukan di perangkat daerah," jelas pihak Dinas PU SDA.
Tuntutan Transparansi
Namun, Sugeng SP menilai klarifikasi itu tidak menjawab substansi persoalan. Ia menegaskan bahwa transparansi adalah syarat mutlak dalam penggunaan uang negara.
"Setiap rupiah pengeluaran negara wajib tertib administrasi, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan," tegasnya.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa sistem e-catalog LKPP secara prinsip harus menampilkan daftar vendor resmi, harga, dan spesifikasi barang secara terbuka. Jika data vendor tidak terlihat publik, terbuka peluang terjadinya pengadaan fiktif (ghost vendor) atau mark-up harga.
"Dalih bahwa vendor belum muncul di sistem justru memperbesar potensi penyimpangan," ujarnya.
Potensi Konsekuensi Hukum
Jika benar ada penyimpangan, Sugeng SP menyebut konsekuensi hukumnya tidak main-main, di antaranya:
- Kontrak dapat batal demi hukum jika tidak memenuhi syarat sah perjanjian (Pasal 1320 KUH Perdata).
- Pejabat terkait dapat dikenai sanksi disiplin sesuai PP No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS.
- Ancaman pidana melalui UU Tipikor (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001), dengan hukuman 4–20 tahun penjara atau seumur hidup serta denda Rp200 juta hingga Rp1 miliar.
- Pasal 55 KUHP memungkinkan pertanggungjawaban pidana tidak hanya pada penyedia, tetapi juga pejabat pengadaan.
Desakan Publik
Polemik ini memunculkan desakan agar data vendor, nilai kontrak, harga satuan, dan spesifikasi alat ditampilkan secara terbuka di sistem LKPP. Publik menilai tanpa keterbukaan, praktik korupsi, mark-up, maupun permainan anggaran rawan terjadi.
"Jika memang tidak ada yang disembunyikan, buka saja semua data. Jangan berlindung di balik alasan teknis LKPP," pungkas Sugeng SP.
Reporter: Iwan