Suara Sirine Tak Henti, Evakuasi Terkendala Beton Menempel Bangunan Lain
Tragedi Musala Runtuh di Ponpes Al Khoziny: 37 Santri Meninggal, SAR Terus Cari 26 Korban Hilang
KABUPATEN SIDOARJO (Beritakeadilan.com, Jawa Timur)– Suara sirine ambulance yang mengangkut jenazah korban tragedi runtuhnya gedung musala Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, terus terdengar sejak Minggu (5/10) dini hari hingga siang hari. Lalu lalang kendaraan darurat itu menjadi pertanda bahwa masih ada temuan baru korban meninggal dunia di balik puing reruntuhan.
Hingga pukul 12.00 WIB, tim gabungan pencarian dan pertolongan (SAR) menemukan 12 jenazah baru dan satu potongan tubuh manusia dari bawah reruntuhan bangunan musala empat lantai tersebut. Dengan penemuan ini, jumlah korban meninggal dunia naik menjadi 37 orang dan dua potongan tubuh, sementara 26 orang lainnya masih dinyatakan hilang berdasarkan daftar absensi santri yang dirilis pihak pesantren.
“Data pasti akan diketahui setelah seluruh puing diangkat hingga ke lantai dasar. Angka yang ada saat ini masih berdasarkan daftar absensi dari pihak pondok,” ujar Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB, Mayjen TNI Budi Irawan, Minggu (5/10).
Menurut laporan lapangan, sebagian besar jenazah ditemukan di lantai satu sisi utara setelah 60 persen lebih puing berhasil diangkat dan dibersihkan.
Proses pembersihan reruntuhan menghadapi kendala serius karena salah satu beton bangunan musala diketahui menempel pada gedung di sebelahnya. Untuk menghindari risiko merusak bangunan lain, BNPB meminta bantuan tim ahli dari Institut Teknologi Surabaya (ITS) guna melakukan investigasi forensik struktur bangunan.
“Tim ITS akan memberi rekomendasi agar pembersihan tidak mengganggu atau merusak bangunan di sebelahnya,” kata Budi.
Memasuki hari ketujuh pasca-tragedi, tim SAR bekerja tanpa henti selama 24 jam dengan sistem pergantian tiga jam sekali. Beberapa personel mulai mengalami kelelahan dan keluhan kesehatan, seperti gatal-gatal akibat kondisi lapangan yang lembab dan penuh debu.
Dinas Kesehatan menambah layanan dengan memberikan vitamin, pemeriksaan medis, dan penanganan langsung di lapangan untuk menjaga stamina para petugas.
BNPB mengantisipasi risiko penyakit berbasis lingkungan akibat cairan pembusukan jenazah yang dikhawatirkan mencemari sumber air di sekitar lokasi, meski secara medis jenazah korban bencana tidak menularkan penyakit berbahaya secara langsung.
Untuk mencegah dampak kesehatan lanjutan, dilakukan penyemprotan disinfektan, insektisida, serta pengelolaan lingkungan di sekitar lokasi evakuasi. BNPB juga menyediakan tambahan APD, masker, kacamata pelindung, sarung tangan, dan sepatu boots bagi tim di lapangan.
Banyaknya kendaraan darurat yang berlalu-lalang memicu trauma bagi keluarga korban dan warga sekitar. Untuk itu, pemerintah daerah membuka layanan psikososial gratis di posko kesehatan terdekat.
Khusus bagi wali santri dan keluarga korban yang sudah berhari-hari menunggu kabar di lokasi, disediakan pula layanan pijat refleksi dan bekam tradisional guna membantu memulihkan kondisi fisik dan mental mereka.
“Kami memohon doa dan dukungan seluruh pihak agar operasi kemanusiaan ini dapat segera dituntaskan dengan baik,” tutur Budi mewakili BNPB dan seluruh tim yang terlibat, termasuk Basarnas, TNI, Polri, Dinas Kesehatan, dan relawan. (red)