DPRD minta inspektorat usut pemotongan SPPD pegawai puskesmas
Dugaan Pungli 50% di Puskesmas Mojokerto, DPRD Gerak Cepat: Jangan Ada “Sapi Perah”
KABUPATEN MOJOKERTO (Beritakeadilan.com, Jawa Timur) — Isu pungutan liar (pungli) di lingkungan Puskesmas Dawarblandong mencuat setelah pegawai mengeluhkan adanya pemotongan uang perjalanan dinas atau SPPD hingga 50 persen. Praktik ini memicu keresahan dan memancing perhatian DPRD Kabupaten Mojokerto.
Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Mojokerto, Mohammad Agus Fauzan, menegaskan pihaknya tidak akan tinggal diam. Ia menyatakan tindakan pemotongan dana pegawai tersebut telah melanggar aturan dan mencederai integritas instansi pelayanan publik.
“Ini praktik yang menyimpang dan tidak boleh dibiarkan. Kalau benar ada potongan sampai 50 persen, itu sangat keterlaluan. Harus diberantas sampai akarnya,” tegas Fauzan.
Menurutnya, laporan serupa juga muncul dari pegawai puskesmas lain. Dugaan pungli ternyata tidak hanya terjadi di Dawarblandong, tetapi juga di sejumlah puskesmas lain dengan besaran potongan bervariasi, mulai 25 persen hingga bahkan disebut mencapai 100 persen.
“Setelah kami cek ke lapangan, ternyata bukan satu lokasi saja. Kondisi ini memprihatinkan dan kami harus ambil sikap,” lanjutnya. Komisi IV memastikan akan menjadwalkan pemanggilan kepala puskesmas dan Dinas Kesehatan untuk meminta klarifikasi. DPRD juga mendesak Inspektorat Kabupaten Mojokerto segera turun langsung dan melakukan pemeriksaan menyeluruh.
Sejumlah pegawai puskesmas di wilayah selatan Sungai Brantas membenarkan adanya pemotongan SPPD, yang disebut untuk kegiatan “kesejahteraan bersama” hingga liburan.
“Dipaksa potong alasan buat rekreasi. Kami nggak setuju, tapi siapa berani melawan? Yang maksa kan pimpinannya,” ujar salah seorang pegawai, meminta identitasnya dirahasiakan.
Inspektur Kabupaten Mojokerto, Zaqqi, memastikan instansinya akan menindaklanjuti laporan tersebut.
“Insya Allah kami tindaklanjuti. Tim akan diturunkan untuk pemeriksaan,” katanya. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto, Dyan Anggrahini Sulistyowati, mengaku baru mengetahui praktik tersebut setelah kasus ini mencuat ke publik.
“Kami kecolongan. Baru tahu setelah pemberitaan. Kami langsung lapor pimpinan dan menunggu instruksi selanjutnya,” ujarnya. Kasus dugaan pungli ini kini menjadi sorotan publik karena terjadi di sektor pelayanan kesehatan masyarakat. DPRD menegaskan tidak ingin kebijakan ilegal ini merusak kepercayaan publik pada pemerintah daerah. (****)