Eksekusi Gedung Cagar Budaya IMKA-YMCA Surabaya Diprotes Pemilik, Ada Dugaan Kekerasan

SURABAYA (Beritakeadilan.com, Jawa Timur) – Eksekusi paksa terhadap bangunan cagar budaya IMKA (Ikatan Masehi Kepemudaan Am) dan YMCA (Young Men’s Christian Association) yang terletak di Jalan Kombes Pol M. Duryat, Surabaya, pada Rabu (4/6/2025), menyulut kontroversi tajam. Proses eksekusi yang dilakukan atas permohonan Lie Mie Ling melalui Penetapan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 1025/Pdt.G/2022/PN Sby, ditentang keras oleh pemilik gedung, Joan Maria Louise Mantiri.
Didampingi kuasa hukumnya, H. Rucky Ricardo H. Allen, S.H., M.H., Joan menyampaikan sejumlah kejanggalan hukum dalam proses eksekusi yang dinilainya cacat prosedur dan tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
Joan mempertanyakan legalitas dan identitas penggugat. “Penggugat, Lie Mie Ling, sama sekali tidak pernah tinggal di gedung ini,” tegasnya dalam konferensi pers usai eksekusi. Ia menyebutkan bahwa Lie Mie Ling bahkan tercatat memiliki dua Kartu Tanda Penduduk (KTP) dengan alamat berbeda, yakni di kawasan Kedungsroko dan Diponegoro.
Lebih lanjut, Joan menilai gugatan ini keliru sasaran karena ditujukan kepada orang tuanya, bukan dirinya. “Saya yang tinggal dan mengelola gedung ini. Seharusnya gugatan itu ditujukan langsung kepada saya sebagai pemilik sah,” ujar Joan.
Joan menyoroti ketidaksesuaian antara data pengadilan dan bukti kepemilikan tanah. “Penggugat menggunakan penetapan pengadilan tunggal Nomor 261, tetapi menunjukkan engendom nomor 601 yang tidak sesuai dengan lokasi gedung ini,” jelasnya.
Ia juga menunjukkan dokumen engendom asli dengan tiga nomor berbeda yang telah dilegalisasi oleh notaris. Dokumen tersebut, menurut Joan, menunjukkan kepemilikan sah atas gedung IMKA-YMCA yang selama ini ia kelola.
Joan mengecam keras pelaksanaan eksekusi yang dilakukan padahal proses hukum di tingkat banding belum memiliki kekuatan hukum tetap. “Bagaimana bisa ada eksekusi sementara proses hukum masih berjalan? Ini jelas melanggar prinsip due process of law,” tegasnya.
Tak hanya soal hukum, Joan juga menyoroti tindakan represif yang dialaminya saat eksekusi berlangsung. “Saya mengalami luka pendarahan di tangan karena ditarik oleh oknum polisi yang diduga berasal dari Polrestabes Surabaya,” ujarnya dengan suara bergetar.
Hingga berita ini diturunkan, pihak penggugat Lie Mie Ling belum memberikan pernyataan resmi menanggapi protes keras dari Joan.
Eksekusi terhadap bangunan cagar budaya ini memicu kekhawatiran luas dari masyarakat dan pemerhati warisan sejarah. Gedung IMKA-YMCA dikenal sebagai salah satu aset arsitektur bersejarah di Surabaya yang memiliki nilai kultural tinggi.
Kasus ini menyoroti perlunya transparansi dalam proses eksekusi pengadilan serta perlindungan yang lebih kuat terhadap bangunan cagar budaya. Pihak berwenang, termasuk Pengadilan Negeri Surabaya dan aparat kepolisian, diharapkan segera memberikan penjelasan resmi terkait dasar hukum dan kronologi eksekusi agar publik tidak dibiarkan bertanya-tanya. (Rip)