Polrestabes Surabaya Bongkar Jaringan TPPO dan Penyalur Pekerja Migran Ilegal ke Malaysia

SURABAYA (Beritakeadilan.com, Jawa Timur)–Polrestabes Surabaya berhasil membongkar praktik tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang melibatkan jaringan perekrutan dan penyaluran pekerja migran Indonesia (PMI) secara ilegal ke Malaysia.
Pengungkapan kasus ini berawal dari laporan pengaduan seorang korban berinisial YK (22 tahun) asal Cirebon, yang menghubungi Radio Suara Surabaya. Laporan tersebut langsung ditindaklanjuti oleh aparat dengan menyisir lokasi yang disebutkan.
Pada 1 Juni 2025, Tim Satreskrim Polrestabes Surabaya berhasil mendatangi tempat kejadian perkara di Jalan Kedung Anyar II No. 35, Surabaya. Dari lokasi tersebut, petugas mendapati dua korban, yakni YK dan NS (47 tahun, asal Nganjuk), yang kemudian dibawa ke Polrestabes untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut.
Berdasarkan hasil pengembangan penyidikan, petugas berhasil mengamankan lima korban tambahan:
- NP (31) asal Lumajang
- RS (34) asal Sumenep
- EH (39) asal Jember
- VW (45) asal Ambon
- DF (23) asal Surabaya
Ketujuh korban diduga kuat direkrut oleh dua tersangka perempuan, PN (50 tahun) dan SL (53 tahun), yang kemudian menyerahkan mereka kepada ER (41 tahun), tersangka laki-laki yang berperan sebagai penyalur ke luar negeri.
ER diamankan saat berada di sebuah hotel di Sidoarjo, tempat terakhir para korban ditampung sebelum diberangkatkan ke Malaysia.
Ketiga tersangka memiliki peran berbeda dalam sindikat ini. PN dan SL bertindak sebagai perekrut korban dari berbagai daerah, sedangkan ER bertugas menampung dan mempersiapkan keberangkatan para korban ke luar negeri.
Dari hasil penggerebekan, petugas berhasil mengamankan sejumlah barang bukti, antara lain:
- 5 unit telepon genggam
- 9 paspor calon PMI
- 6 formulir pendaftaran medical check-up
- 8 rekam medis hasil pemeriksaan kesehatan
- 2 lembar tangkapan layar laporan chat korban ke Radio SS
Para tersangka dijerat dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO, khususnya:
Pasal 2: Pidana penjara minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun serta denda Rp120 juta hingga Rp600 juta bagi pelaku perekrutan, penampungan, atau pengiriman orang untuk tujuan eksploitasi.
Pasal 10 dan 11: Memberikan hukuman serupa bagi pihak yang membantu, mencoba, atau merencanakan kejahatan TPPO.
Selain itu, mereka juga dikenai Undang-Undang No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, antara lain:
Pasal 69 dan 81: Melarang individu melakukan penempatan PMI dan mengatur ancaman pidana penjara maksimal 10 tahun serta denda hingga Rp15 miliar.
Kapolrestabes Surabaya, KOMBES POL Dr. LUTHFIE SULISTIAWAN, S.I.K., M.H., M.Si., menegaskan komitmen pihaknya dalam menindak tegas segala bentuk perdagangan orang, termasuk praktik ilegal penyaluran pekerja migran ke luar negeri.
“Setiap praktik perekrutan dan pengiriman pekerja migran yang tidak sesuai aturan hukum akan kami tindaklanjuti. Ini adalah bentuk perlindungan nyata terhadap hak-hak warga negara,” tegas Kapolrestabes.
Hingga kini, proses penyelidikan dan pendalaman terhadap jaringan sindikat ini masih terus berlangsung. Pihak kepolisian juga mengimbau masyarakat untuk tidak tergiur dengan tawaran kerja ke luar negeri tanpa melalui jalur resmi.
Bagi masyarakat yang mengetahui praktik serupa atau menjadi korban, diharapkan segera melapor ke aparat atau media komunikasi publik terpercaya. (rip)