Kelas Rawat Inap Standar Ditunda, BPJS Kesehatan Surabaya Akui Rumah Sakit Belum Siap

oleh : -
Kelas Rawat Inap Standar Ditunda, BPJS Kesehatan Surabaya Akui Rumah Sakit Belum Siap
Petugas BPJS Kesehatan memberikan penjelasan terkait penundaan KRIS di Surabaya

SURABAYA (Beritakeadilan.com, Jawa Timur) — Rencana penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) oleh BPJS Kesehatan di Surabaya resmi ditunda. Penundaan ini dipicu oleh belum siapnya sejumlah rumah sakit mitra dalam memenuhi 12 kriteria teknis yang ditetapkan dalam skema terbaru program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Kepala BPJS Kesehatan Cabang Surabaya, Hermina Agustin Arifin, menegaskan bahwa keterbatasan infrastruktur dan fasilitas medis menjadi kendala utama.

"Penerapan KRIS tidak berjalan karena keterbatasan rumah sakit dalam memenuhi 12 kriteria," ujar Hermina, Rabu (25/06/2025).

Hermina mengungkapkan, dari total seluruh ruang rawat inap yang ada, hanya sekitar 30 persen yang kemungkinan mampu memenuhi standar KRIS.

"Ini mengkhawatirkan karena kebutuhan tempat tidur sangat besar," tegasnya.

Untuk itu, Hermina menyampaikan bahwa implementasi KRIS masih akan ditunda hingga Desember 2025, mengikuti arahan dari Kementerian Kesehatan.

"Kami minta masyarakat bersabar menunggu regulasi resmi," tambahnya.

Sementara itu, Arief Supriyono, Kepala BPJS Watch Jawa Timur, secara tegas menyatakan bahwa kebijakan KRIS tidak cukup hanya ditunda, tetapi harus dibatalkan.

Menurutnya, penerapan KRIS dikhawatirkan akan memperlebar ketimpangan layanan kesehatan, khususnya terhadap masyarakat yang kurang mampu.

“Jika KRIS diberlakukan, ibaratnya seperti lagu Iwan Fals. Yang kaya bisa langsung akses layanan kesehatan, yang miskin disuruh menunggu,” kritik Arief.

Arief mengungkapkan bahwa banyak rumah sakit pemerintah di luar Pulau Jawa masih jauh dari siap. Ia mencontohkan pasien dari Ambon, Manado, dan Sumatera yang harus dirujuk ke RSUD dr. Soetomo Surabaya karena keterbatasan layanan di daerah masing-masing.

"Pasien JKN dari Ambon, Manado, Sumatera masih harus dirujuk ke RSUD dr. Soetomo Surabaya karena layanan di daerah mereka belum memadai," paparnya.

Menurut Arief, saat ini sekitar 98 persen pasien di rumah sakit adalah peserta JKN, namun keluhan masyarakat tetap tinggi. Salah satu yang mencuat adalah keterlambatan penanganan pasien IGD karena sarana dan prasarana belum memenuhi standar.

Ia menegaskan bahwa pemerintah semestinya lebih fokus pada pemerataan infrastruktur kesehatan daripada memaksakan standar baru tanpa kesiapan.

"Kolaborasi antar instansi, terutama Kementerian Kesehatan dan rumah sakit di daerah, dinilai penting untuk menjamin akses kesehatan yang adil dan merata," pungkasnya. (R1F)

 

banner 400x130
banner 728x90