Sidang Perkara Pembobolan Bank Jatim Rp 119,9 Miliar, Modus Rekening Bodong dan Aset Kripto Terbongkar
SURABAYA (Beritakeadilan.com, Jawa Timur) – Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kembali menggelar sidang lanjutan kasus pembobolan dana Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jawa Timur senilai Rp 119,9 miliar dengan terdakwa utama Abdul Rahim alias Apong. Sidang yang berlangsung pada Rabu (11/06/2025) di ruang Sari 3 ini memasuki agenda eksepsi dari pihak terdakwa.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Lujeng Andayani dan Rakhmawati Utami dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menghadirkan dua ahli, yakni Adi dari PPAT dan DR Indrawati, Dosen Hukum Pidana Universitas Brawijaya Malang. Keduanya menegaskan adanya unsur niat jahat dalam tindak pidana ini.
"PPAT telah bekerja sama dengan Polri dalam perkara ini. Kami menganalisis transaksi mencurigakan dan menyerahkannya ke pihak kepolisian," ujar Adi di persidangan.
Ia menambahkan bahwa aksi para terdakwa sudah tergolong krusial dan terorganisir. Pernyataan ini diperkuat oleh DR Indrawati, yang menyebut tindakan tersebut sebagai transfer dana palsu lantaran menggunakan rekening atas nama orang lain tanpa keterkaitan langsung dengan penerima.
Berdasarkan dakwaan JPU, pada Sabtu, 22 Juni 2024 antara pukul 12.22 hingga 15.38 WIB, ditemukan transaksi anomali sebanyak 483 kali di sistem BI-FAST Bank Jatim. Jumlah dana yang dipindahkan mencapai Rp 119.957.741.943.
Hasil rekonsiliasi menemukan dua rekening yang digunakan sebagai titik awal: Rekening atas nama Ratna Sofwa Azizah dengan saldo Rp 200 ribu, dan rekening atas nama Titis Ajizah Oktaviana dengan nilai transaksi Rp 119,9 miliar.
Dari dua rekening ini, dana kemudian dikirim ke berbagai rekening lain milik perorangan dan badan usaha, antara lain:
Raja Niaga Komputer (Bank CIMB Niaga) menerima 143 transaksi senilai Rp 35,4 miliar
Evo Jaya Intan (Bank CIMB Niaga) menerima 119 transaksi senilai Rp 29,7 miliar
Pasifik Jaya Angkasa (Bank Mandiri) menerima 90 transaksi senilai Rp 22,4 miliar
Digital Asia Elektri, Gergi Deska, hingga Septian Danu turut menerima jutaan hingga miliaran rupiah
Sebagian dana yang berhasil dicairkan mengalir ke dua rekening penting:
Ridduwan (Bank Sinarmas): Rp 5,3 miliar
Sahril Sidik (Bank Sinarmas): Rp 5,5 miliar
Terdakwa Sahril Sidik alias Rudi diketahui merekrut orang untuk membuka rekening fiktif dan menjualnya seharga Rp 500 ribu. Rekening-rekening ini kemudian diserahkan kepada Abdul Rahim, yang meneruskannya ke terdakwa Oskar.
Terdakwa Oskar dan Melinda—beroperasi di Batam—mengelola rekening-rekening tersebut atas perintah Deni (DPO), dan dibayar Rp 8 juta per bulan. Dana hasil transfer digunakan untuk membeli aset kripto yang kemudian disimpan dalam wallet yang dikuasai para pelaku.
Perbuatan para terdakwa dinyatakan memenuhi unsur pidana sebagaimana diatur dalam:
Pasal 3 Jo Pasal 4 Jo Pasal 10 dan Pasal 82 UU RI No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur mengalami kerugian langsung sebesar Rp 119.957.741.943.
Kasus ini membuktikan betapa canggih dan terorganisirnya kejahatan digital di sektor keuangan. Mulai dari pembuatan rekening bodong, penyebaran dana melalui ribuan transaksi BI-FAST, hingga pencucian uang melalui aset kripto, menunjukkan tingkat kompleksitas yang tinggi.
Pengungkapan perkara ini menjadi peringatan keras bagi lembaga keuangan dan regulator untuk memperkuat sistem pengawasan serta meningkatkan literasi digital masyarakat terhadap modus kejahatan baru. (R1F)